Search

http://torajasite.blogspot.com/feeds/posts/default

Selasa, 06 Maret 2012

Perjuangan PONGTIKU diTORAJA

Disi saya akan menceritakan perjalanan hidup seorang Pahlawan dari Toraja yang juga adalah Pahlawan nasional. Apa kalian sudah tau siapa?? Yah Pongtiku.seorang yang dengan gigih mempertahankan tanah leluhurnya dari penjajah pada jaman perang kala itu..
Kawa2 dah penasaran okey lah langsung aja...

Pongtiku adalah anak bungsu dari pasangan suami istri Karaeng dan Le’bok pada pertengahan abad ke XIX ( 1846 ) di Tondon Pangala’. Karaeng adalah penguasa adat Pangala’ dan sekitarnya. Karena kemampuan dan kepemimpinannya Pongtiku yang menonjol, maka sekalipun ia anak bungsu dialah yang menggantikan ayahanya sebagai penguasa pada saat ayahnya sudah tua.

Sebelum angkatan perang Belanda datang di Toraja, orang Toraja telah mempunyai hubungan dagang dengan orang Bugis. Toraja Selatan dan Toraja Barat menjalin hubungan dagang dengan kerajaan - kerajaan Sidenreng Rappang dan Sawitto, sedang Toraja Utara mitra dagangnya adalah kerajaan Bone dan Luwu. Pimpinan orang Bugis dan kerajaan - kerajaan Sidenreng, Rappang dan Sawitto adalah Petta Manyoro Lolo (Panglima Angkatan Perang Kerajaan Sidenreng), yang kemudian diketahui bernama Petta Serang, anak dari Raja Sidenreng, sedang pimpinan orang Bugis dari kerajaan Bone dan Luwu adalah Petta Punggawa ( Panglima Tertinggi Angkatan Perang Bone, yang juga adalah Putra Mahkota dengan nama Andi Baso’ Abdul Hamid ).

Melalui hubungan dagang antara orang Bugis dan orang Toraja tersebut pemimpin - pemimpin Toraja dapat mengetahui bahwa akan pecah perang antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Kerajaan - Kerajaan di Sulawesi Selatan yang tidak mau lagi mengakui Perjanjian Bungaya yang mengatur hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan kerajaan Kerajaan – Kerajaan di Sulawesi Selatan yang sangat merugikan itu. Untuk mengantisipasi perang yang akan pecah dalam waktu tidak lama, penguasa - penguasa Toraja mengadakan musyawarah di Tongkonan Buntu Pune Kesu’ ( Kediaman Pong Maramba’ ) dan mencapai kesepakatan yaitu :
Menggalang persatuan antar penguasa dengan menghilangkan semua benih - benih perpecahan dan mengangkat Pongtiku sebagai Panglima Perang, sedang Pong Maramba’ dan penguasa - penguasa adat lainnya sebagai Panglima Pasukan Penghancur. Kesepakatan mereka didasari Motto : “ Misa’ Kada Dipotuo Pantan Kada Dipomate”.
Selesai musyawarah, Pongtiku kembali ke daerahnya untuk mempersiapkan dan menyiagakan benteng - bentengnya sebanyak 9 buah menghadapi perang.

Pada bulan Maret 1906, Pasukan Angkatan perang Belanda dibawah pimpinan Kapten Killian memerintahkan Pongtiku untuk menghadap dengan tujuan melucuti dan mengumpulkan senjata api dari semua penguasa Toraja. Namun Pongtiku menolak, malah ia menyiagakan pasukannya untuk berperang. Perang perlawanan Pongtiku dalam daerahnya sendiri berlangsung selama kira - kira 6 bulan ( Mei s/d Oktober 1906 ) dengan 6 kali pertempuran dan 1 kali pengepungan selama kira kira 4 bulan ( Juli s/d Oktober 1906 ). Pertempuran tanggal 1 Juni 1906 untuk mempertahankan Benteng Buntu Asu dari serangan angkatan perang Belanda di bawah Komandan Kapten De Last yang dilakukan dalam 3 gelombang semuanya kandas dimuka benteng dengan menelan banyak korban, Angkatan Perang Belanda dipukul mundur dan dihalau kembali ke Rantepao. Pongtiku adalah penantang utama datangnya penjajah Belanda di Toraja, dan dengan gigih dan gagah perkasa

dengan segala kemampuan yang ada padanya ,mengobarkan perang lebih setahun lamanya, tepatnya dari bulan Mei 1906 s/d Juli 1907. Ia bertahan dan menyerang musuhnya dari benteng - benteng yang jumlahnya 9 buah yang telah dipersiapkan sejak dini. Perang Pongtiku melawan belanda bukanlah tindakan spontanitas akan tetapi adalah perang yang direncanakan dan dipersiapkan dengan matang yang merupakan bagian integral dari perang perlawanan Raja - Raja di Sulawesi Selatan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yang disebut sebagai Perang Bone III. Demikian hebatnya pertahanan dan Perlawanan Angkatan Perang Pongtiku terhadap gempuran Angkatan Perang Belanda, mengharuskan Letjen Swart yang dijuluki oleh Belanda sebagia Pasifikator Van Aceh ( Pengaman Aceh ) mengambil Komando pertempuran melawan Angkatan Perang Pongtiku yang bertahan tak terkalahklan dalam benteng Batu di Baruppu’. Belanda dengan menggunakan taktik seperti taktik yang digunakan terhadap Pangeran Diponegoro, Pongtiku menerima Case Fire untuk mengadakan perundingan perdamaian dengan Belanda. Kesempatan ini digunakan oleh Belanda untuk membatasi gerak Pongtiku, tetapi Pongtiku menggunakan pula kesempatan yang sama untuk menyelenggarakan upacara Pemakaman kedua orang tuanya yang wafat dalam Benteng menurut adat Toraja. Sehari sebelum selesai upacara pemakaman kedua orang tuanya, Pongtiku dengan sejumlah pasukan kembali ke medan juang bergabung dengan teman - teman seperjuangannya di Benteng Ambeso yang dipimpin oleh Bombing dan Ua’ Saruran dan Benteng Alla’ dalam wilayah Enrekang. Setelah Benteng Ambeso dan Benteng Alla’ jatuh ketangan Belanda ,pada bulan Januari 1907 Pongtiku tidak tertawan, Ia berhasil lolos bersama pasukannya kembali ke wilayah kekuasaannya. Dengan petunjuk mata – mata Belanda Ia tertangkap lalu dibawa ke Rantepao. Tanggal 10 Juli 1907, ia di eksekusi dan gugur sebagai Pahlwan Kusuma Bangsa di pinggiran sungai Sa’dan, tepatnya di tempat dimana Tugu Peringatan baginya didirikan di Singki’ Rantepao. Meneliti sejarah perjuangan Bangsa melawan Pemerintah Hindia Belanda dapatlah diketahui bahwa Pongtiku adalah penantang terakhir yang mengorbankan Perang Klasik terakhir tahun 1906 – 1907 di wilayah Sulawesi Selatan sesuai sumpah yang diucapkannya “ Iatu Tolino Pissanri Didadian sia Pissanri Mate Iamoto Randuk Domai Tampak Beluakku Sae Rokko Pala’ Lette’ku Nokana’ La na Parenta Tumata Mabusa “ (Manusia hanya sekali dilahirkan dan mati, dari ujung rambut sampai telapak kakiku saya tidak akan rela diperintah oleh Belanda).

Dan sebagai putra Toraja kita harus bangga mempunyai sosok figur seperti Pongtiku yang dengan gigih mempertahanka Toraja dari Belanda. dan kita juga patut berbangga hati karna Berdasarkan perjuangan Pongtiku Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI Nomor : 073/TK/2002 tanggal 6 November 2002, Pongtiku ditetapkan dan disahkan sebagai Pahlawan Nasional. Demikian riwayat singkat Pahlawan Nasional Pongtiku.

Semoga artikel ini memberikan kita pemahaman bahwa biarpun Toraja telah terbagi tapa tetap satu tetap Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik allo. Jangan sampai semboyan Misa’ Kada Dipotuo Pantan kada Dipomate menjadi kenangan..

0 komentar:

Posting Komentar