Disi saya akan menceritakan perjalanan hidup seorang Pahlawan dari
Toraja yang juga adalah Pahlawan nasional. Apa kalian sudah tau siapa?? Yah
Pongtiku.seorang yang dengan gigih mempertahankan tanah leluhurnya dari
penjajah pada jaman perang kala itu..
Kawa2 dah penasaran okey lah langsung aja...
Pongtiku adalah anak bungsu dari pasangan suami istri Karaeng dan
Le’bok pada pertengahan abad ke XIX ( 1846 ) di Tondon Pangala’. Karaeng adalah
penguasa adat Pangala’ dan sekitarnya. Karena kemampuan dan kepemimpinannya
Pongtiku yang menonjol, maka sekalipun ia anak bungsu dialah yang menggantikan
ayahanya sebagai penguasa pada saat ayahnya sudah tua.
Sebelum angkatan perang Belanda datang di Toraja, orang Toraja telah
mempunyai hubungan dagang dengan orang Bugis. Toraja Selatan dan Toraja Barat
menjalin hubungan dagang dengan kerajaan - kerajaan Sidenreng Rappang dan
Sawitto, sedang Toraja Utara mitra dagangnya adalah kerajaan Bone dan Luwu.
Pimpinan orang Bugis dan kerajaan - kerajaan Sidenreng, Rappang dan Sawitto
adalah Petta Manyoro Lolo (Panglima Angkatan Perang Kerajaan Sidenreng), yang
kemudian diketahui bernama Petta Serang, anak dari Raja Sidenreng, sedang
pimpinan orang Bugis dari kerajaan Bone dan Luwu adalah Petta Punggawa (
Panglima Tertinggi Angkatan Perang Bone, yang juga adalah Putra Mahkota dengan
nama Andi Baso’ Abdul Hamid ).
Melalui hubungan dagang antara orang Bugis dan orang Toraja tersebut
pemimpin - pemimpin Toraja dapat mengetahui bahwa akan pecah perang antara
Pemerintah Hindia Belanda dengan Kerajaan - Kerajaan di Sulawesi Selatan yang
tidak mau lagi mengakui Perjanjian Bungaya yang mengatur hubungan antara pemerintah
Hindia Belanda dengan kerajaan Kerajaan – Kerajaan di Sulawesi Selatan yang sangat
merugikan itu. Untuk mengantisipasi perang yang akan pecah dalam waktu tidak
lama, penguasa - penguasa Toraja mengadakan musyawarah di Tongkonan Buntu Pune
Kesu’ ( Kediaman Pong Maramba’ ) dan mencapai kesepakatan yaitu :
Menggalang persatuan antar penguasa dengan menghilangkan semua benih -
benih perpecahan dan mengangkat Pongtiku sebagai Panglima Perang, sedang Pong
Maramba’ dan penguasa - penguasa adat lainnya sebagai Panglima Pasukan
Penghancur. Kesepakatan mereka didasari Motto : “ Misa’ Kada Dipotuo Pantan
Kada Dipomate”.
Selesai musyawarah, Pongtiku kembali ke daerahnya untuk mempersiapkan
dan menyiagakan benteng - bentengnya sebanyak 9 buah menghadapi perang.
Pada bulan Maret 1906, Pasukan Angkatan perang Belanda dibawah pimpinan
Kapten Killian memerintahkan
Pongtiku untuk menghadap dengan tujuan melucuti dan mengumpulkan senjata api
dari semua penguasa Toraja. Namun Pongtiku menolak, malah ia menyiagakan pasukannya
untuk berperang. Perang perlawanan Pongtiku dalam daerahnya sendiri berlangsung
selama kira - kira 6 bulan ( Mei s/d Oktober 1906 ) dengan 6 kali pertempuran
dan 1 kali pengepungan selama kira kira 4 bulan ( Juli s/d Oktober 1906 ).
Pertempuran tanggal 1 Juni 1906 untuk mempertahankan Benteng Buntu Asu dari
serangan angkatan perang Belanda di bawah Komandan Kapten De Last yang dilakukan dalam 3 gelombang semuanya kandas
dimuka benteng dengan menelan banyak korban, Angkatan Perang Belanda dipukul mundur
dan dihalau kembali ke Rantepao. Pongtiku adalah penantang utama datangnya penjajah
Belanda di Toraja, dan dengan gigih dan gagah perkasa
dengan segala kemampuan yang ada padanya ,mengobarkan perang lebih
setahun lamanya, tepatnya dari bulan Mei 1906 s/d Juli 1907. Ia bertahan dan
menyerang musuhnya dari benteng - benteng yang jumlahnya 9 buah yang telah
dipersiapkan sejak dini. Perang Pongtiku melawan belanda bukanlah tindakan
spontanitas akan tetapi adalah perang yang direncanakan dan dipersiapkan dengan
matang yang merupakan bagian integral dari perang perlawanan Raja - Raja di
Sulawesi Selatan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yang disebut sebagai Perang Bone III. Demikian hebatnya
pertahanan dan Perlawanan Angkatan Perang Pongtiku terhadap gempuran Angkatan
Perang Belanda, mengharuskan Letjen Swart yang dijuluki oleh Belanda sebagia
Pasifikator Van Aceh ( Pengaman Aceh ) mengambil Komando pertempuran melawan
Angkatan Perang Pongtiku yang bertahan tak terkalahklan dalam benteng Batu di
Baruppu’. Belanda dengan menggunakan taktik seperti taktik yang digunakan
terhadap Pangeran Diponegoro, Pongtiku menerima Case Fire untuk mengadakan
perundingan perdamaian dengan Belanda. Kesempatan ini digunakan oleh Belanda
untuk membatasi gerak Pongtiku, tetapi Pongtiku menggunakan pula kesempatan yang
sama untuk menyelenggarakan upacara Pemakaman kedua orang tuanya yang wafat dalam
Benteng menurut adat Toraja. Sehari sebelum selesai upacara pemakaman kedua orang
tuanya, Pongtiku dengan sejumlah pasukan kembali ke medan juang bergabung
dengan teman - teman seperjuangannya di Benteng Ambeso yang dipimpin oleh Bombing dan Ua’ Saruran dan Benteng Alla’ dalam wilayah Enrekang. Setelah
Benteng Ambeso dan Benteng Alla’ jatuh ketangan Belanda ,pada bulan Januari
1907 Pongtiku tidak tertawan, Ia berhasil lolos bersama pasukannya kembali ke
wilayah kekuasaannya. Dengan petunjuk mata – mata Belanda Ia tertangkap lalu
dibawa ke Rantepao. Tanggal 10 Juli 1907, ia di eksekusi dan gugur sebagai
Pahlwan Kusuma Bangsa di pinggiran sungai Sa’dan, tepatnya di tempat dimana
Tugu Peringatan baginya didirikan di Singki’ Rantepao. Meneliti sejarah
perjuangan Bangsa melawan Pemerintah Hindia Belanda dapatlah diketahui bahwa
Pongtiku adalah penantang terakhir yang mengorbankan Perang Klasik terakhir
tahun 1906 – 1907 di wilayah Sulawesi Selatan sesuai sumpah yang diucapkannya “ Iatu Tolino Pissanri Didadian sia Pissanri
Mate Iamoto Randuk Domai Tampak Beluakku Sae Rokko Pala’ Lette’ku Nokana’ La na
Parenta Tumata Mabusa “ (Manusia
hanya sekali dilahirkan dan mati, dari ujung rambut sampai telapak kakiku saya
tidak akan rela diperintah oleh Belanda).
Dan sebagai putra Toraja kita harus bangga mempunyai sosok figur
seperti Pongtiku yang dengan gigih mempertahanka Toraja dari Belanda. dan kita
juga patut berbangga hati karna Berdasarkan
perjuangan Pongtiku Pemerintah
Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI Nomor : 073/TK/2002 tanggal 6
November 2002, Pongtiku ditetapkan dan disahkan sebagai Pahlawan Nasional.
Demikian riwayat singkat Pahlawan Nasional Pongtiku.
Semoga artikel ini memberikan kita pemahaman bahwa biarpun Toraja
telah terbagi tapa tetap satu tetap Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik allo.
Jangan sampai semboyan Misa’ Kada Dipotuo Pantan kada Dipomate menjadi
kenangan..
0 komentar:
Posting Komentar